Senin, 30 Mei 2016

Soil Investigation Report Kurang Lengkap. Trus Gimana?

Ada kasus seperti ini:
Seorang engineer ingin mendesain suatu sistem pondasi menggunakan pile. Dia punya data kapasitas pile (tiang pancang atau borepile) untuk ukuran dan kedalaman tertentu. Data itu adalah hasil rekomendasi dari konsultan geoteknik maupun soil investigator. Tapi, ternyata ukuran pile yang akan dia gunakan tidak sama dengan yang ada pada laporan/rekomendasi.
Misalnya, data yang ada diberikan dalam bentuk grafik sbb:
image
Kedalaman pile direkomendasikan maksimal 30 m. Dari grafik bisa dilihat, untuk ukuran pile diameter 50cm, kedalaman 30m, kuat tekan ijinnya adalah sekitar 120 ton.
Sementara, dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, diputuskan untuk menggunakan diameter pile yang lebih kecil, misalnya 40 cm. Sementara dari data laporan Soil Investigation, tidak ada data sama sekali untuk pile diameter tersebut.
Ada 2 cara yang dapat dilakukan:
Yang pertama adalah langsung menghubungi engineer geoteknik yang bersangkutan, untuk dihitungkan kapasitas ijin pile sesuai dengan ukuran dan kedalaman yang diinginkan. Prosedur ini agak makan waktu terutama dari segi non-teknis misalnya masalah prosedural atau kontraktual. Tapi, hasilnya lebih bisa diterima, karena yang mengeluarkan angkanya adalah langsung dari ahlinya (geoteknik). Terjaminlah pokoknya.
Sementara cara kedua, juga banyak dilakukan di mana-mana, yaitu, si insinyur sipil/struktur mencoba menghitung sendiri kapasitas pile tersebut sesuai dengan data tanah yang ada.
Cara kedua ini bukannya tanpa masalah. Saya yakin para insinyur struktur pun bisa menghitung asal datanya lengkap, ada referensi, dan PUNYA WAKTU YANG CUKUP. Kenapa WAKTU termasuk faktor penting?
Saya pernah punya pengalaman serupa.
Di sebuah proyek yang cukup besar, data daya dukung pondasi yang diberikan oleh konsultan geoteknik kami rasa masih kurang. Akhirnya kami menghitung sendiri daya dukung pondasi sesuai kebutuhan kami. Akibatnya pekerjaan utama kami yaitu desain struktur atas menjadi terbengkalai. Kalo untuk satu-dua titik sih mungkin ga masalah, tapi kalo ada puluhan titik dengan berbagai ukuran pondasi, itu lain lagi ceritanya.
Apalagi kalo udah berbicara mengenai scope of work dan kontrak kerja antar masing-masing konsultan perencana, itu udah masalah tingkat dewa.
Jadi, menghitung sendiri daya dukung pondasi itu boleh-boleh saja, asal punya waktu yang cukup dan tidak mengganggu pekerjaan utama.
Nah… berkaitan dengan kasus pondasi pile di atas. Saya cuma mau berbagi salah satu solusi dengan hasil yang bisa dipertanggungjawabkan.
+++
Kita lihat datanya lagi. Diameter pile 50cm, kedalaman 30m, daya dukungnya 120 ton. Pertanyaan…, dengan kedalaman yang sama, kira-kira berapa daya dukung pondasi sejenis tapi diameternya 40cm?
Ingat konsepnya: Qall berbanding lurus dengan Qp+Qs
image
Qall = daya dukung ijin = Qu/SF
Qp = daya dukung ujung tiang
Qs = daya dukung friksi selimut tiang
Jadi, daya dukung pile itu ditentukan oleh tahanan/daya dukung ujung tiang dan tahanan gesekan di sepanjang selimut tiang.
Jujur saja, saya ngga hapal rumus untuk daya dukung ujung tiang (lagi malas nyari), tapi yang jelas daya dukung ujung tiang itu (Qp) hampir berbanding lurus dengan luas penampang tiang, Ap. Anggap aja berbanding lurus, walopun sebenarnya tidak 100% linear. Artinya, kalo luas penampangnya menjadi 2x lipat, maka Qp-nya juga menjadi kira-kira 2x lipat.
Begitu juga untuk tahanan friksinya, hampir berbanding lurus dengan luas selimut tiang/pile (P), yang nancap ke dalam tanah aja lho ya.
image
Nah, tinggal lihat grafik di atas. Ternyata, dari kapasitas 120 ton itu, 20 ton adalah daya ukung ujung tiang (end-bearing, Qp), dan 100 ton adalah dari gesekan selimut tiang (friction, Qs).
Nah, dari sini udah bisa dianalisis. Untuk diamter pile 50 cm, kedalaman L = 30m (3000 cm).
Luas penampang Ap = 50*50*pi/4 = 1963.5 cm2.
Luas selimut, P =  50*pi*L = 47.1 m2 (langsung saya konversi ke m2)
Trus, untuk diameter 40 cm, L = 30m.
Ap’ = 40*40*pi/4 = 1256.6 cm2,  dan
P’ = 40*pi*L = 37.7 m2.
Qp’ = (Ap’/Ap)*20 ton = 12.8 ton.
Qs’ = (P’/P)*100 ton = 80 ton.
Sehingga, total daya dukung untuk pile diameter 40cm, L = 30m, adalah 92.8 ton.
Hasil ini adalah hitungan kasar. Bisa jadi berbeda dengan hasil hitungan ala geoteknik. Dan untuk jaga-jaga, bisa saja kita kasih confidence factor, misalnya penambahan 5-10%. Yaaa sesuaikan dengan tingkat keyakinan dan kepercayaan masing-masing engineer lah. ðŸ™‚ Tapi kalo udah yakin dengan segitu, ya go ahead. Jadi, sambil menunggu hasil analisis yang lebih tokcer dari geoteknik, engineer struktur sudah bisa mulai desain pondasi dengan data kasar tapi bisa dipertanggungjawabkan.

Samakah Mutu Beton K-225 dengan fc’ 22,5 Mpa?

 
 
 
 
 
 
17 Votes

Ir. Rony Ardiansyah, MT, IP-U.
Praktisi  HAKI (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia)
 
            Pak Pengasuh Rubrik Konstruksi. Apakah sama mutu beton K-225 dengan fc’22,5 Mpa, dan apakah pula hubungannya dengan pengujian benda uji kubus dengan silinder. Dari Irfan, BE  Pekanbaru.
Pak Irfan, BE yang saya hormati. Jawabannya tidak sama, karena K-225 adalah kuat tekan karakteristik beton 225 kg/cm2 dengan benda uji kubus bersisi 15 cm. Sedangkan fc’22,5 Mpa adalah kuat tekan beton yang disyaratkan 22,5 Mpa atau 225 kg/cm2 dengan benda uji silinder. Jadi, karena terjadi perbedaan benda uji maka mutu betonnya menjadi tidak sama. Perlu dicatat, fc’22,5 Mpa itu setara dengan mutu beton berkisar K-271.

Apakah kuat tekan Karakteristik itu? kekuatan tekan karakteristik ialah kekuatan tekan, dimana dari sejumlah besar hasil-hasil pemeriksaan benda uji, kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang dari itu terbatas sampai 5% saja. Yang diartikan dengan kekuatan tekan beton senantiasa ialah kekuatan tekan yang diperoleh dari pemeriksaan benda uji kubus yang bersisi 15 (+0,06) cm pada umur 28 hari.
Sedangkan fc’ adalah kuat tekan beton yang disyaratkan (dalam Mpa), didapat berdasarkan pada hasil pengujian benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Penentuan nilai fc’ boleh juga didasarkan pada hasil pengujian pada nilai fck yang didapat dari hasil uji tekan benda uji kubus bersisi 150 mm. Dalam hal ini fc’ didapat dari perhitungan konversi berikut ini. Fc’=(0,76+0,2 log fck/15) fck, dimana fck adalah kuat tekan beton (dalam MPa), didapat dari benda uji kubus bersisi 150 mm. Atau perbandingan kedua benda uji ini, untuk kebutuhan praktis bisa diambil  berkisar 0,83.
Para pelaksana konstruksi perlu ekstra hati-hati, karena para sarjana kita dewasa ini telah dan harus mengunakan standar perencanaan berdasarkan SNI. Sedangkan aplikasi sampai saat ini hampir semua Bestek atau Recana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) di Provinsi Riau, masih mengunakan mutu beton dengan “K” (karakteristik).  Jadi jangan coba, sesekali memesan mutu beton K-225 apabila di RKS tercantum mutu beton fc’22,5 Mpa karena ini sangat berbahaya, bisa menimbulkan kegagalan struktur bangunan beton bertulang.
Contoh perhitungan mutu beton fc’ 22,5 Mpa, menjadi “K”. Misalkan mutu beton di RKS 22,5 Mpa, maka kita dapat menghitung dengan konversi benda uji kubus ke silinder, yakni berkisar 0,83 dan konversi satuan Mpa ke kg/cm2, yakni sama dengan 10. Jadi mutu beton adalah sama dengan 22,5*10/0,83 = 271 kg/cm2.
Sebagai catatan tambahan. Tingkat kekuatan dari suatu mutu beton dikatakan dicapai dengan memuaskan  bila persyaratan berikut terpenuhi : (i).  Nilai rata-rata dari semua pasangan hasil benda uji yang masing masing terdiri dari empat hasil uji kuat tekan tidak kurang dari (fc’ + 0,82 S). (ii). Tidak satupun dari hasil uji tekan (rata-rata dari dua silinder) mempunyai nilai dibawah 0,85 fc’.***